Pemeran:
Amelia Fildza Habibah sebagai Amel
dan Penulis skenario.
Annisa Ghoniyyah sebagai Annisa
dan Sutradara.
Asticha Yulia Agustin sebagai Asticha,
Tim kreatif, dan Figuran.
Atia Aryuni Putri sebagai Atia,
Tim kreatif, dan Figuran.
Ismiati Fajrin sebagai Make-up
stylist dan Narator.
Melani Magdalena Hutabarat sebagai
Melani, Make-up stylist, dan Figuran.
Pinky Nur Azizah sebagai Pinky,
Penulis skenario, dan Figuran.
Ressha Aprina Yumaira sebagai Echa
dan Tata busana.
Narasi: Berbeda. Itulah hal yang
dirasakan Atia saat ini.
Sekarang sedang jam
istirahat. Seperti biasa, Atia bersama teman-temannya pergi ke kantin.
Sesampainya di sana, semua memesan Mie Ayam lalu mengeluarkan Ponsel
masing-masing, tak terkecuali Atia.
Amel, Annisa, Atia, Melani,
Pinky, dan Echa pun memesan Mie Ayam.
Pinky: “Ibu! Saya yang biasa. Kali
ini pedasnya ditambah, ya!”
Pedagang: “Siap, neng!”
Echa: “Saya juga yang pedas, bu!”
Pinky: “(menengok ke arah Amel, Annisa, Atia, dan Melani) Kalian juga pedas?”
Amel: “Sambalnya sedikit saja.”
Annisa, Atia, &Melani: “Aku
juga.”
Pinky: “Oh iya. Bu, saya minta
nomor Ponselnya dong! Jadi nanti kalau saya malas ke sini, tinggal telepon deh!
Boleh enggak?”
Amel: “Oh, kalau begitu, saya
juga lah!”
Semua pun mengeluarkan
Ponsel masing-masing.
Pedagang: “Sok atuh neng! Nih
nomornya…”
Narasi: Atia terdiam. Ia merasa tidak
percaya diri dengan Ponselnya. Semua memiliki Ponsel Android, sedangkan ia
hanya Ponsel biasa. Ia pun mengurungkan niatnya.
Beberapa jam kemudian…
Kring…! Kring…! Kring…!
Bel tanda pelajaran usai
telah berbunyi. Semua pun bergegas pulang.
Melani: “Pulang bareng, yuk!”
Semua kecuali Atia: “Ayo!!! (sambil mengacungkan tangan tanda bersemangat)”
Semua pun tertawa.
Annisa: “Loh? Atia, kamu kenapa?
Kok murung?”
Atia: “(kaget) Eh? Enggak kok, enggak ada apa-apa.”
Echa: “Cius nih?”
Atia: “Cius.”
Amel: “Mi apah?”
Atia: “Mi…Mie Ayam!”
Pinky: “Oh, yang tadi kita makan!”
Annisa: “Betul!”
Amel: “Aduh, aku jadi lapar lagi
nih!”
Semua pun kembali tertawa,
lalu pulang.
Narasi: Sesampainya di rumah, Atia
tampak semakin murung. Ia selalu teringat dengan kejadian tadi. Ia tidak berani
mengeluarkan Ponselnya hanya karena malu Ponselnya bukan Android.
Atia terduduk lemas di kursi
kamarnya. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Kalau meminta uang pada ayah
dan ibu, pasti ditolak karena Ponselnya yang sekarang masih bagus.
Setelah berpikir panjang,
akhirnya ia memutuskan untuk mengambil uang dari celengannya.
Sedikit demi sedikit ia
hitung uang hasil tabungannya. Ternyata telah terkumpul sebanyak Rp500.000,00.
Atia: “Alhamdulillah… Lumayan.
Pasti ada Ponsel Android yang mencukupi harganya.”
Tiba-tiba… Kring…kring…
Kring…kring…
Ponselnya berbunyi. Ternyata
ada telepon dari Annisa.
Via telepon on…
Atia: “Halo, assalamu’alaikum
Annisa?”
Annisa: “Wa’alaikumsallam. Atia,
kamu ada waktu tidak sekarang?”
Atia: “Memangnya ada apa?”
Annisa: “Bagaimana kalau kita
membuat Cupcake bersama?”
Atia: “(diam sejenak) Ah…aku… Annisa, maaf ya, aku enggak bisa ikut.”
Annisa: “Loh? Kenapa?”
Echa: “(menyela) Kamu tidak ikut, Atia? Nanti Cupcake-nya habis loh!”
Pinky: “Iya nih! Aku lapar sekali.
Makanya, kalau kamu tidak datang, sayang sekali Cupcake-nya habis. Iya kan,
ca?”
Echa: “Iya lah!”
Pinky dan Echa terdengar
bertos-an.
Atia: “Loh? Echa? Pinky? Kalian
cepat sekali sudah sampai.”
Pinky: “Oh, iya dong! Kita kita
kan pake jurus, ya! Jurus apa tuh namanya? Lupa aku…”
Echa: “Sama, aku juga lupa.”
Annisa: “Teleportasi?”
Echa&Pinky: “Nah, itu
maksud saya!”
Atia: “Kalian itu kalau tentang
makanan, paling cepat deh! (tertawa)”
Tiba-tiba, terdengar suara
Melani dan Asticha datang.
Asticha: “Assalamu’alaikum!”
Annisa, Pinky, &Echa:
“Wa’alaikumsallam!”
Melani: “Annisa!”
Annisa: “Ya! Masuk!”
Echa: “Berikan Ponselmu.”
Annisa: “Hah? Tidak ah! (kembali berbicara ke Atia) Sudah ya
Atia. Aku tunggu kamu untuk berubah pikiran. Cupcake-nya tidak akan menunggu
kamu, maka dari itu jangan sampai kehabisan. Apalagi sama Echa dan Pinky.”
Terdengar Echa dan Pinky
yang tertawa karena nama mereka disebut-sebut.
Atia: “Iya deh. Insyaallah aku ke
sana.”
Annisa: “Baiklah. Assalamu’alaikum…”
Atia: “Wa’alaikumsallam.”
Via telepon off…
Atia: “(tertunduk lesu) Membuat Cupcake? Siapa yang akan menolak? (melihat ke arah Ponsel dan uang Rp500.000,00)
Tapi aku sudah bertekad hari ini akan membeli Ponsel Android baru. Maaf ya
teman-teman…”
Narasi: Setelah cukup lama
berjalan, sampailah Atia di tempat counter Ponsel. Di sana tidak hanya menjual
Ponsel, tapi pulsa, charger, baterei, dan segala perlengkapan Ponsel lainnya
tersedia. Ia pun pergi ke counter yang pertama.
Atia: “Permisi.”
Pedagang: “Ya. Cari apa, Neng?”
Atia: “Saya cari Ponsel Android.”
Pedagang: “Oh…banyak kok! Ini. (sambil memperlihatkan jajaran Ponsel Android)
Sok dipilih yang cocok untuk neng.”
Atia: “Yang paling murah harganya
berapa, Bang?”
Pedagang: “Yang paling murah teh Rp800.000,00”
Atia: “Mahal sekali. Yang mana
memangnya?”
Pedagang: “Nih, yang ini (sambil menunjukkan Ponselnya) Sok
dilihat dulu. Seken tapi masih bagus kok.”
Atia: “Ah, saya enggak suka
desainnya! Yang gambar Hello Kitty ini Rp500.000,00 bisa?”
Pedagang: “Waduh! Yang itu harganya
lebih mahal lagi, neng! Rp1.000.000,00. Semurah-murahnya juga saya kasih Rp900.000,00.”
Atia: “Yah…ya sudah deh. Makasih
ya , Bang.”
Pedagang: “Ya, sama-sama.”
Narasi: Setelah itu, ia pun
mengunjungi counter yang berikutnya.
Tanpa ia sadari, Amel yang
sedang terburu-buru pergi ke rumah Annisa melihat Atia yang sedang membeli
Ponsel Android.
Amel: “Aduh…aku bisa telat nih!
Maaf ya Annisa, tadi aku keasyikan main PS, jadi tidak mendengar bunyi telepon
masuk. Haduh…!”
Atia: “Permisi.”
Amel: “(dari kejauhan) Eh? Itu kan suaranya Atia.”
Pedagang: “Cari apa, Mbak?”
Atia: “Saya cari Ponsel Android.”
Amel: “(mengintip dari kejauhan) Sedang apa dia di sana? (menaruh tangan kanan tepat di alis) Ah,
aku harus mencari tahu! (sambil berlagak
layaknya Detektif)”
Pedagang: “Ponsel Android? Ada. Ini,
dilihat-lihat dulu. (sambil
memperlihatkan jajaran ponsel Android)”
Atia: “Yang warna biru itu
merknya apa?”
Pedagang: “Mito. Mbak tertarik dengan
yang ini? (sambil menunjukkan Ponselnya)”
Atia: “Iya. Desainnya bagus,
lumayan. Warnanya juga. Saya suka. Berapa harganya?”
Pedagang: “Harganya Rp700.000,00”
Atia: “Ya ampun, mahal sekali!
Apa tidak bisa kurang?”
Pedagang: “Saya kasih Rp675.000,00
deh.”
Atia: “Apa tidak bisa jadi Rp500.000,00?”
Pedagang: “Maaf, Mbak. Harga yang Mbak
tawarkan terlalu rendah. Rp675.000,00 itu sudah saya kurangi. Serendah-rendahnya
saya kasih Rp650.000,00 deh.”
Atia: “Yah…ya sudah deh. Makasih,
Mbak.”
Pedagang: “Ya, sama-sama.”
Amel: “Eh? Lah, dia pergi. (garuk-garuk kepala) Oh…jadi dia ingin
membeli Ponsel baru yang Android. Pantas saja tadi dia murung. Kalau begitu,
aku harus melaporkan hal ini pada teman-teman. Siap! (hormat)”
Tiba-tiba, Ondel-ondel
datang sambil membawakan lagu Goyang Dumang.
(Lagu Goyang Dumang diputarkan)
Amel: “Eh, lagu Goyang Dumang.
Darimana nih? (mencari asal suara)
Huaaa!!! Mamaaa!!! (berteriak ketakutan
sambil berlari ke rumah Annisa)”
Sesampainya di rumah Annisa…
Amel: “(masih dalam posisi berlari ketakutan) Hh…hh… Eh, rumahnya Annisa kelewatan!
(mundur 3 langkah) Annisa!
Assalamu’alaikum!”
Annisa, Echa, Pinky, &Asticha: “Wa’alaikumsallam!”
Annisa: “Amel? Ayo masuk!”
Echa: “Kok Amel mukanya ketakutan
begitu?”
Melani: “Iya nih! Kamu kenapa sih?”
Amel: “Itu…aku…dikejar
sama…sama…”
Asticha: “Sama apa?”
Amel: “(bernafas tersengal-sengal) Sama… Tunggu! Aku atur nafas dulu!”
Annisa: “Ya sudah, ya sudah. Atur
dulu nafas kamu.”
Pinky: “Nih ikutin aku! (memperagakan) Tarik nafas
sedalam-dalamnya…”
Amel: “(mengikuti)”
Pinky: “OK, tahan! Jangan dihembusin!”
Amel: “(menghembuskan nafas sambil menahan tawa)”
Echa: “Sue, kau!”
Melani: “Pinky, anak orang mati
nanti!”
Annisa: “Iya tuh si Pinky.”
Pinky: “(tersenyum lebar sambil mengacungkan tanda peace)”
Amel: “Tadi aku dikejar
Ondel-ondel, makanya aku lari ketakutan.”
Pinky: “Oh…dikejar Ondel-ondel.”
Mereka pun masuk.
Narasi: Di dalam, mereka pun
memulai pembuatan Cupcake. Setelah selesai, mereka pun memakan Cupcake tersebut
sambil mengobrol.
Amel: “Oh iya, tadi aku lihat
Atia loh.”
Melani: “Atia? Di mana?”
Amel: “Di counter Ponsel.”
Melani: “Hah? Untuk apa dia ke
counter Ponsel?”
Asticha: “Ya, namanya juga counter
Ponsel, pasti ingin beli Ponsel baru.”
Melani: “Belum tentu. Bisa saja
beli pulsa. Hayooo!”
Echa: “Lah? Dia kan menjual
pulsa, jadi untuk apa dia beli pulsa di counter?”
Melani: “Oh iya, ya.”
Semua tertawa.
Amel: “Tadi aku lihat dia menawar
harga untuk Ponsel Android.”
Echa: “Oh…jadi itu alasannya
kenapa pulang sekolah tadi dia murung?”
Annisa: “Kasihan Atia…”
Melani: “Aku ada ide! Bagaimana
kalau kita hadiahkan Atia sebuah Ponsel Android? Sebentar lagi hari ulang tahun
dia kan?”
Semua: “Setuju!”
Asticha: “Kalau begitu, ayo kita
kumpulkan uang kita masing-masing. Masih ada waktu sampai besok karena lusa
adalah hari ulang tahunnya.”
Amel: “Baiklah. Besok kita
kumpulkan uang kita, lalu kita pergi ke counter Ponsel.”
Echa: “Baik. Sepulang sekolah,
ya?”
Semua: “OK!”
Narasi: Besoknya sepulang sekolah,
mereka pun pergi ke counter Ponsel. Uang yang terkumpul sebanyak Rp800.000,00.
Sesampainya di counter
pertama.
Pinky: “Permisi.”
Pedagang: “Cari apa?”
Pinky: “Saya cari Ponsel Android
untuk hadiah teman.”
Pedagang: “Oh, begitu. Ada. Ini,
dilihat-lihat dulu. (sambil
memperlihatkan jajaran ponsel Android)”
Pinky: “Yang mana nih?”
Amel: “Wah, yang bentuk mobil itu
bagus sekali.”
Annisa: “Wah, iya, ya! Bagus.”
Melani: “Hey, kalian ini kok justru
sibuk sendiri sih?”
Amel&Annisa: “Oh iya. Maaf.”
Asticha: “Kita beli yang gambar
Hello Kitty saja. Dia kan suka Hello Kitty.”
Pinky: “Lagipula, pilih yang GSM,
jangan yang CDMA.”
Melani: “Kalau begitu, kita beli
Ponsel … saja, lalu kita beli … yang bergambar Hello Kitty. Dia pasti senang.”
Echa: “Nah, cocok tuh!”
Pinky: “Baiklah. (beralih ke pedagang) Mbak, yang warna
hitam ini berapa harganya?”
Pedagang: “Yang itu Rp1.200.000,00”
Amel: “Hah? Mahalnya…”
Pedagang: “Ini keluaran terbaru, jadi
wajar kalau harganya Rp1.200.000,00”
Asticha: “Bisa kurang jadi Rp800.000,00?”
Pedagang: “Rp980.000,00”
Asticha: “Tidak bisa kurang lagi?”
Pedagang: “Maaf, itu sudah saya kasih
yang semurah-murahnya.”
Echa: “Ayolah, Mbak. Kita kan
anak sekolahan…”
Pedagang: “Tidak bisa, maaf.”
Pinky: “Yang harganya sekitar
Rp600.000,00—Rp700.000,00 ada?”
Pedagang: “Ada. (sambil menunjukkan sederet Ponsel Android)”
Pinky: “Yang berwarna hitam saja,
kan warna yang sudah umum.”
Amel: “Yang itu bagus juga. (beralih ke pedagang) Yang itu harganya
berapa?”
Pedagang: “Rp700.000,00”
Asticha: “Bisa kurang tidak jadi
Rp685.000,00?”
Pedagang: “Iya deh.”
Melani: “(menghadap ke pedagang) Kita beli cover flip-nya juga, ya. Yang
bergambar Hello Kitty.”
Pedagang: “Iya. Ditunggu
dulu, ya.”
Sesaat kemudian…
Annisa: “Alhamdulillah, akhirnya
jadi deh beli hadiah untuk Atia. (tersenyum)”
Amel: “Iya nih. Bagus juga kok
Ponselnya. (sambil melihat ke dalam
kantung plastik)”
Annisa: “Ayo, kita bungkus dulu
hadiahnya.”
Narasi: Esoknya, semua berencana
untuk tidak mempedulikan Atia. Hari ini adalah hari ulang tahun Atia yang
ke-16. Mereka ingin memberi kejutan yang paling berharga untuk Atia. Rencana
dan hadiah sudah siap, sisanya hanya tinggal menjalankannya.
Atia: “Melani, kamu sudah
menyelesaikan PR Matematika Wajib belum?”
Melani: “Tidak tahu. (sambil berlalu pergi)”
Atia: “Melani kenapa jadi sinis
seperti ini sih?”
Melani: “(mengambil buku lalu pura-pura membaca)”
Echa: “Echa tidak bisa menahan
tawa deh! Serius! (tertawa terbahak-bahak)”
Asticha: “Sabar, Echa… Jangan tertawa
terlalu lebar. (sambil memegang pundak Echa)”
Echa: “(berusaha menahan tawa)”
Pinky&Amel: “(bingung)”
Amel: “Ya ampun. Padahal kita
biasa saja, ya. Kenapa Echa sampai tertawa seperti itu? (menggelengkan kepala)”
Atia: “(duduk di samping Echa) Sedang membicarakan apa sih? Kelihatannya
seru sekali.”
Echa, Asticha, Pinky, &Amel: “(diam, lalu melanjutkan kembali
tertawa tanpa mempedulikan Atia)”
Annisa: “(masuk ke kelas)”
Amel: “Eh, Annisa sudah datang?
Sudah mengerjakan PR Matematika Wajib belum?”
Annisa: “Sudah kok.”
Atia: “Eh, aku belum mengerjakan
PR Matematika Wajib nih. Aku tidak mengerti. Tolong bantu aku dong.”
Semua: “(pura-pura tidak
mendengarkan Atia)”
Atia: “(menghembuskan nafas) Kalian itu kenapa sih?! Aku tanya, tidak ada
yang menjawab! Melani juga! Sama saja! Kalian marah denganku?! Kalian ada
masalah denganku?! Kenapa tidak kalian bicarakan langsung denganku sih?!”
Pinky: “Siapa yang marah denganmu?
(berwajah pura-pura sinis)”
Narasi: Seperti itulah rencana
pertama mereka, yaitu tidak mempedulikan Atia hingga membuatnya kesal. Rencana
pertama sukses. Tersisa rencana yang ke-2, yaitu memberikan kejutan berupa
hadiah dan…rahasia! Kalau diberi tahu sekarang, itu namanya bukan kejutan lagi.
Akhirnya, tiba saatnya
pulang sekolah. Hadiah dan kejutan lainnya siap. Mereka pun menunggu Atia di
depan gerbang sekolah, sedangkan Melani menghampiri Atia.
Atia: “(hendak berjalan ke parkiran)”
Melani: “Atia! (sambil menghampiri Atia)”
Atia: “(menengok, lalu membuang muka) Ada apa? Bukankah kita sedang
bermusuhan?”
Melani: “Kamu dipanggil tuh oleh Pak
Harto di depan gerbang.”
Atia: “Hah? Pak Harto? Untuk apa?”
Melani: “Mana aku tahu. Pokoknya,
ini penting! (berlalu pergi)”
Atia: “(memandang Melani dengan heran) Apa-apaan dia? Setelah itu langsung
pergi… Ya sudah deh. (pergi untuk menemui
Pak Harto)”
Melani: “(mempercepat langkah) Sudah siap belum? Cepat! Atia sedang menuju
kemari! (panik)”
Annisa: “Wajahmu tegang sekali…
Santai saja, Melani.”
Melani: “(menarik nafas lalu menghembuskannya)”
Atia: “(muncul) Mana Pak Harto? Wah, jangan-jangan Melani mengerjaiku nih!
(hendak kembali ke parkiran)”
Semua: “KEJUTAN!!! (sambil menyodorkan hadiah)”
Atia: “(kaget) Astagfirullah, kaget aku!”
Semua: “(menyanyikan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ dalam Bahasa Indonesia, Bahasa
Inggris, dan Bahasa Korea)”
Atia: “Ini hadiah untukku?”
Semua: “(mengangguk)”
Asticha: “Selamat ulang tahun Atia.
Semoga kamu panjang umur dan sehat selalu.”
Annisa: “Selamat ulang tahun Atia.
Semoga kamu tidak jahil lagi deh.”
Echa: “Selamat ulang tahun, ya.
Semoga kamu makin pintar.”
Amel: “Atia, selamat ulang tahun,
ya. Semoga kamu makin langsing deh. Jangan lupa pajak ultahnya, ya. Hehe.”
Pinky: “Atia, selamat ulang tahun.
Semoga cita-citamu tercapai. Amin.”
Melani: “Selamat ulang tahun. Semoga
persahabatan kita akan berlangsung selamanya.”
Atia: “(berusaha menahan tangis) Terima kasih banyak teman-teman. Aku tidak
akan pernah melupakannya.”
Semua: “(berpelukan)”
BERSAMBUNG
(Lagu ‘Super7-Best Friend
Forever’ diputarkan.)
Semua: “(berpegangan tangan sambil menyanyikan lagunya bersama)”
Narasi: Seperti itulah persahabatan
Atia bersama kawan-kawannya. Mereka selalu mengisi kekosongan yang ada dan
selalu perhatian satu sama lain. Senang maupun sedih susah maupun tidak mereka
lalui bersama. Persahabatan mereka tidak akan berakhir, seperti lagu yang
terlantun, “Aku dan kamu satu. Best friend forever.”
SELESAI
No comments:
Post a Comment