Cast: Matsuo Ayumu as Ayumu
Hamano Kaito as Kaito
Kurokawa Kumiko as Kumiko
Saruwatari Junichiro as nenek lanang
(cameo)
Ishikawa Sayuri as Sayuri (cameo)
Saruwatari Masato as Masato (cameo)
Saruwatari Kumiko as mak wo (cameo)
“Hai” sapaku pada Kumiko. Ia tak
menjawab. “Ada apa?”
“Biasa,
masalah sama si Sayuri lagi…”
“Sayuri
lagi, Sayuri lagi…kapan sih kalian bakal akur? Stres dahh gua mikirinnya!”
“Ya,
ga usah dipikirin. Masalah gua ini kan? Bukan masalah lu”
“Iya,
gua tau, tapi sebagai sahabat kan gua harus selalu nolong lu semampu gua, tapi
gimana, ya? Argh, gua jadi ribet sendiri deh!”
Di
rumah…
Aku mencoba untuk menyingkirkan
sebagian barang-barang milik nenek lanang yang memang sudah seharusnya
disingkirkan. Ini sudah melewati 4 hari sejak perginya beliau, karena sejak
kemarin ada tahlilan, mau tak mau hari ini aku baru bisa melakukannya.
“Ayumu,
tolong beresin CD-CD punya nenek lanang, ya!” perintah mak wo. Aku menurut.
Dalam hati aku berpikir, apa sebaiknya kubiarkan saja semua CD-CD ini? Bukankah
tidak ada salahnya menyimpan kenang-kenangan selain foto? Di saat lamunan mulai
menyergapiku, telingaku seperti mendegar nenek lanang berkata, “Tidak apa-apa.
Memang kaset-kaset ini sudah seharusnya disingkirkan.”
Aku
berbalik mencari asal suara tersebut. “Bukankah itu tadi suara nenek lanang?”
bisikku. Hampir saja air mata ini mengalir dari mata senduku, tiba-tiba aku
teringat kembali pada nenek lanang. Ah, untuk apa aku menangis? Aku tidak mau
membuat nenek lanang yang sudah berada di sisi Allah bersedih hati hanya karena
perilaku diriku. “Maaf…nek…” ucapku
lirih setengah berbisik.
Akhirnya
kuputuskan untuk diam-diam menyimpan semua CD tersebut. Ah, aku jadi teringat
janjiku… Aku pernah berjanji untuk membuatkan CD kumpulan lagu-lagu Mandarin
kesukaanku untuk nenek lanang. Kan aku punya cukup banyak koleksi lagu Mandarin
di laptop. Ya sudah lah, nenek lanang sudah lebih dulu wafat sebelum aku sempat
memulai proyek janji itu…
Aku
tersenyum kecil mengingatnya.
Besoknya
di kantin sekolah…
BRAK! Ah, aku menabrak seseorang.
“Maaf ya, gua ga sengaja!”
Ia
langsung pergi. Ka…Kaito?...
“Kaito!
Uang lu jatoh!” panggilku sambil berusaha mengejarnya untuk mengembalikan uang
Rp. 2000 miliknya. Ia menengok ke arahku, lalu menatap ke arah tanganku yang
menyodorkan uang tersebut. “Buat lu aja”
“Tapi To…”
Ia
pergi.
Aku kembali ke kelas dan mendapati Kumiko
sedang menangis. “Pasti masalah sama Sayuri lagi deh!” batinku, lalu menatap
sangar ke arah Sayuri beserta gengnya yang juga sedang menatap kami ber2, tapi
dengan tatapan jijik.
Aku
menghembuskan nafas berat. “Kenapa hidup gua harus seberat ini, coba? Masalah Kumiko,
masalah nenek lanang, masalah Kaito…” ucapku setengah berbisik. Air mataku
mulai mengalir perlahan dari mata kiriku. Itu pertanda bahwa aku menangis karena
sedih. Tanpa kusadari, ternyata Masato mendengar apa yang sedang terjadi padaku.
Ia
menatapku cukup lama, lalu mengambil gagang pengki yang terlepas dari
pengkinya.
Aku
tidak begitu mendengarkan apa yang ia katakan, tapi yang kutahu, Kumiko amat
marah padanya sampai-sampai melemparkan tempat pensilnya ke arah Masato.
Aku
tertawa kecil. Ekspresi wajahnya lucu…aku jadi tidak bisa menahan tawaku. “Eh Masato,
lu kalo becanda jangan jadi ngata-ngatain dia lah! Udah tau dia abis nangis!”
“Gua
pengen bikin semua orang ketawa, soalnya hidup ini hambar tanpa ketawa.”
Aku
terdiam. Kata-katanya cukup menyentuh. Tapi Kumiko tidak kunjung tersenyum
juga… Aku pun menghembuskan nafas beratku lagi.
“Yah…’2
Serangkai’ galau” sembur Masato tiba-tiba. Aku memasang wajah cemberut ke
hadapannya, “Tau dari mana lu kalo kami ber2 itu ‘2 Serangkai’?”
“Tau
lah, Masato, gitu…” jawabnya dengan gaya khasnya.
Walaupun
wajahku menunjukkan ekspresi yang tidak mengenakan, tapi perasaanku senang
sekali. Aku beruntung punya teman seperti Masato. Paling tidak, dia kan bisa
membantuku untuk tertawa. Haha.
SELESAI
No comments:
Post a Comment